Dimensi Mimpiku
Short story by: @si_maulinni12
Laporan yg membuat ku terjaga telah usai di tandatangani dosenku. Lega sekaligus bahagia
mengiringi langkah sepulang kuliah. Malamnya kau datang. Tanpa perlu ku minta bahkan ku ingatkan. kemarin, hari yg begitu melelahkan hingga tertidur tanpa meminta doa perlindungan. Kamu selalu menjelma, setelah kau memberi kebahagiaan dengan mengirimku pesan "ngga papa, besok jangan ulangi lagi ya". "bukankah dia ku blokir semua aksesnya" pikirku sejenak.
Disisi lain, kala itu aku tengah berjaga malam di rumah sakit, kau melangkah dengan pelan kemudian berbisik.
"Aku udah ngga papa, tenang ya, aku udah maafin kamu, kamu yang tenang" katamu lirih sambil memelukku dan menyentuh lengan atas untuk membantuku bangun, lalu beranjak.
Setelah ku turunkan kaki satu, mataku benar² terjaga. Tepat pukul 2 fajar, aku melangkahkan kaki keluar untuk ambil wudhu sembari mengingat-ingat narasi mimpi semalam.
Dua hari berlalu, tepatnya malam senin, overthinking menghalangi pejaman mata. Aku duduk, lalu pindah ke kamar, selang beberapa jam tak berhenti overthinking, akhirnya ku letakkan hp setelah terpasang alaram setengah tiga fajar.
Tuntas ku baca doa perlindungan, dimensi lain yang biasa ku kenal perlahan jelas ku tapaki. Benar saja rumah lamaku, berisi peninggalan benda dari kedua orang tuaku. Entah berapa minggu yang lalu ku telusuri untuk singgah, kini perlu pembersihan ulang sebab debu yang tebal mengepung seluruh permukaan.
Ku sempatkan singgah ke rumahmu sejenak untuk mengambil keperluan yang pernah tertinggal. Ku rapikan sabun cair yang pernah ku pakai kala itu.
"Da!" sapaanmu sontak menghentikan tangan yng sedari tadi sibuk membereskan barang lusuh.
"Ntar dulu hida, itu tuh udah lama, udah kadaluwarsa, ngga usah diambil lah".
Katamu seperti tak pernah terjadi apa-apa. Sementara dalam pikiran mulai positif thinking.
"Apa orang ini udah maafin aku ya, gara² aku bohongi kemarin"
sempat ingin minta maaf, namun belum sempat terucap.
"Udah, nanti aku beresin"
"Ngga papa kok, ini sabunku yg kemarin ketinggalan, belum lama" sahutku.
"Beneran ngga papa?"
"Iya, aku bawa aja ya lumayan masih ada isinya"
"Aku ambilin plastik dulu" kata mu sambil beranjak.
Harus nya aku yang nanya
"Kamu ngga papa?" Tapi kenapa sulit banget. Tak lama aku pergi untuk pulang, tak mampu menatap terlalu lama lantas mulai terjaga dari dimensi mimpiku.
Kau yang terlalu membuat otakku menyebut nama mu setiap malam. Diam² menjelma bagai hujan yang menyejukkan. Namun, itu hanya mimpiku, mungkin terlalu lelah memikirkan bagaimana memecahkan rasa bersalahku, seperti Kakashi yg beranggapan membunuh Rin partner timnya, hingga bayangan kematian selalu terhujam dalam mimpi.
"Masih jam dua pagi,"
kupejamkan mata kembali untuk menunggu alaram yg ku setting sebelum tidur.
Tak lama kemudian, suara alaram yang begitu nyaring, bagitu berisik memecah keheningan malam
"Perasaan baru tidur" batinku kesal.
Lelah ku kuatkan untuk turun dari ranjang. Kantuk yg begitu dalam pecah usai air wudhu meraba permukaan tanganku.
"Dinginnya" spontan terucap.
Waktu bermunajad telah dimulai. Lafalan istighfar berpadu tasbih, tahmid dan takbir membuka tirai komunikasi.
Lagi-lagi kusebut namamu dan keluargaku.
Sembari ku baca Al-Fatihah, ku lantunkan kalimat doa yang sering dilafalkan para imam ketika sholat berjama'ah.
Ku ucapkan dalam² nama mu, mohon ampun melalui jalur langit. Mungkin, malaikat sampai jenuh mencatat doaku.
Dalam pikiran tak ingin melakukan, namun sialnya itu sudah masuk dalam otak bawah sadar, sehingga memberi rangsangan yang menuntun hati dengan mengucap melalui lisan.
"Yaa Allah, buka pintu maaf untuk ku, dari-Mu dan hamba-Mu. Tundukkanlah ia padaku, sebagiamana engkau menundukkan fir'aun kepada nabi Musa as, lembutkan hatinya, luluhkan hatinya, agar memaafkan kesalahanku, lunakkanlah hatinya sebagaimana engkau melunakkan besi kepada nabi Dawud"
Ku tutup dengan serangkaian doa yg terpatri dalam Al-Qur'an.
Sewaktu pernah ku merindu hingga menggerakkan tangan untuk buka akses blokir yang berbulan-bulan terkunci, namun tetap saja itu takkan meredakan masalah. Aku tarik semua like yang pernah ku kirim. Tanpa sadar kaupun mengikuti caraku. Tak mengapa, jika aamiin yang kemarin hanya main-main bagimu, biar ku kirim aamiin dengan caraku, tanpa harus kau bantu bahkan berebut aamiin denganmu.
Aku tak tahu kapan kita bertemu, sehingga pertemuan kita nanti, menjadi saksi terbukanya lembaran baru untuk menatap kisah kita masing-masing. Aku tak tau, kuat tidaknya aku merelakanmu jatuh di rumah barumu, tapi sejauh ini aku berterima kasih karena kamu pernah menjadi proses pendewasaan ku. Terimkasih dan maaf atas kesalahanku di waktu lalu. I'll miss our dream, our story, our relationship.
Satu harapanku, tolong jangan membenciku.
Komentar
Posting Komentar