Motivasi and Self-Healing

Tetap Semangat di Era Gempuran Industri 4.0

Diera yang serba instan ini, mungkin kita juga sudah terbiasa untuk bekerja singkat, padat dan ngga jelas. Bekerja singkat akan membutuhkan proses yang cepat dan tersistematis. Jadi mau tidak mau, prosedur yang di gunakan juga harus padat. Dari persoalan tersebut kadang berfikir simpel adalah solusinya, karena orang pintar biasanya memperkerjakan orang bodoh dalam melakukan pekerjaa yang agak rumit. Karena dia tau, orang bodoh pasti tau cara tercepat dalam mengambil proses untuk segera terselesaikan persoalan yang agak rumit tersebut. Sekarang bisa kita pertimbangkan, siapa yang pintar tapi membodohi? Kalau seperti ini pola pikirnya, bagiamana mau jelas, sebagian besar apa-apa yang dituntut sekarang adalah hasil sinerginya, tanpa harus mengetahui prosesnya. Memang seorang atasan tidak seflesibel karyawan yang bekerja paruh waktu guna segelintir rupiah, tak terkecuali penulis sendiri.

Benar kata orang, kalau hidup itu sawang–sinawang. Dalam konteks ini, sudah tidak asing lagi jika mendengar kata kalau orang kecil harus melihat orang yang sudah besar, sukses usahanya, bahkan tidak sedikit dari mereka termotivasi untuk ikut sukses pula. Begitupun sebaliknya, orang yang besar juga melihat yang kecil dan sadar diri, sadar posisi bahwa mereka bisa dikatakan besar karena ada yang kecil. Dunia tidak selalu sesimpel yang kita pikirkan.

Tidak sedikit orang, pasti pernah mengalami kegagalan, kemudian takut dan khawatir yang amat sangat terhadap masa depannya. Jika kamu di diposisi tersebut atau setidaknya merasakan proses yang begitu sulit dan sering jatuh bangun, berarti kamu berada di titik yang benar. Dimana perasaan takut dan khawatir akan memotivasimu untuk selalu berkembang.

Di usia kita yang semakin berkurang, ada aja orang yang masih santai, ngga mau tau masa depannya, selalu mengandalkan posisi orang tua yang dianggap akan selalu ada. Tiba-tiba waktu membangunkannya, seketika sadar kalau sudah beranjak dewasa dan membutuhkan skill guna memenuhi kebutuhan, otomatis itu butuh uang dan dukungan. Anehnya ada aja teman kamu yang sudah sukses dan bilang, “Sudah bangun lu? Selama ini kemana aja?” Misal pendapatnya itu bisa motivasi yang berfaedah, ya nggapapa. Tapi tidak semua orang punya mental sekuat itu, bukannya malah maju dan berkembang, malam down and kemungkinan buruknya itu malah bikin overthinking dan frustasi. Jadi, hati-hati dalam komentar dan hati-hati juga buat orang yang cari teman curhat. Karena orang terdekat adalah orang yang paling berpotensi menyakitimu.

Sedang masa pusing-pusingnya cari latar belakang masalah, buat bahan blog dan lain-lain, akhirnya ketemu deh, sama referensi baru, yaitu quotes dari twitter. Tidak sedikit para penulis yang menggunakan akunnya untuk membuat iklan atau endorse, membuat quotes, motivasi, curhatan virtual dan lain-lain yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan medsos lainnya, tapi sifatnya agak lebih privacy aja.

When Boy Candra said dan seketika itu juga merasa tertampar, terbelalak, terjungkel, terjlungup dan sejenisnya.
“Nyaris setiap hari aku bilang semacam ini sama diriku, “Apa yang mau kamu bikin hari ini? Jangan biarkan harimu mubadzir. Bikin sesuatu! Orang lain beum tentu peduli. Bukan tanggung jawab mereka juga untuk mewujudkan impianmu.” Semacam mantra itu cukup bagiku untuk menggali potensi dalam diriku.”

Mungkin kalimat di atas sekaligus menjadi pengantar untuk menggali quotes seorang Author "Boy Candra" yang telah sukses, meskipun penulis tak selamanya indah dek! Tapi beberapa tweetnya berasa kaya nyambung dan padu kalau di gabungkan. Bukan bermaksud plagiat atau gimana, berikut kalimat yang tersinergi dari tweet Boy Candra;

"Rasa lelah yang berulang, kecewa yang terlalu sering bikin seseorang akhirnya bodoamatlah apapun yang terjadi makin malas mikirin. Kalau ngga keras sama sama diri sendiri, gimana mau dapat semua yang di ingini? Skill yang kita punya bisa jadi orang lain juga punya. Bahkan mungkin lebih. Dan mereka kerja keras untuk mewujudkan ingin mereka. Sementara kita banyak berharap tapi malas-malasan. Usia habis dan nangis.

Beberapa orang enggan pulang ke kampung halaman sebab banyak kecewa. Luka itu terlalu dalam. Tak ada yang dicari selain tanah kuburan yang sepi. Akhirnya memilih memperjauh ratau, menenangkan diri. Berpura baik-baik saja di hadapan dunia. Meski deras sekali siksa di dada. Dunia ini ngga pernah bisa selalu seideal isi kepalamu.

Bukan dunia yang makin alay, mungkin kita yang makin tua dan kaku saja. Apa yang kamu lakukan ke orang lain juga bisa dilakukan orang lain ke kamu. Kamu baik ke orang, orang lain juga baik ke kamu. Pun sebaliknya.

Rasa iri itu memang penyakit. Ada orang yang lebih sukses, malah sakit hati. Ada orang yang lebih maju, malah ngga terima. Merasa prosesmu lebih keras, merasa kerjamu lebih banyak. Ngga bisa terima kalau orang lain memiliki pencapaian lebih. Merasa harus kamu yang lebih sukses. Percaya aja, rezeki ngga kemana. Asal tulus bekerja dan semangat, milikmu akan sampai kepadamu, apapun jalannya."


So, untuk para kaum millenial nih, isi hari-harimu dengan karya, bisa menjadi pekerja yang tekun atau minimal melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk diri sendiri dan kalau bisa berguna juga untuk lingkungan sekitar. Mulailah jaga jarak dengan kata rebahan. Ya kalau rebahan itu masih bisa produktif sih silahkan, tapi tidak disarankan.

Seperti halnya ikan, ikan yang mati akan terus mengikuti air mengalir, sesekali ia akan tersampingkan ke tepi karena tidak ada kontribusi. Namun ikan yang segar dan hidup, ia akan terus melawan arus dan berusaha bertahan di tengah derasnya hujaman air yang akan membuat ia semakin kuat, hingga mencapai perairan/ tempat yang tepat untuk ia singgahi. Tetap semangat dan terus berproses.

Komentar

Postingan Populer